Sabtu, 21 Mei 2011

Cara Membaca Khotaman Nabiyyin

Cara membaca khotaman nabiyyin

Sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya kitab suci al qur,an diturunkan dengan 7 bacaan berbeda. Bahkan ada yang menerangkan bahwa bacaan al qur'an ada 10 bacaan. Hal ini diterangkan dalam berbagai hadits maupun penjelasan para ulama.
Dalam hadits shahih Bukhori diterangkan  bahwa suatu saat sahabat Umar Bin Khotob pernah diajarkan bacaan surah Al Furqon oleh Rasululah SAW kemudian suatu saat mendapati bacaan sahabat Hisyam Bin Hakim Bin Hizam  membaca surah Al Furqon dengan bacaan yang berbeda. Tapi Hisyam Bin Hikam bersikeras bahwa bacaan tersebut diajarkan oleh Rasululah SAW. Akhirnya, mereka berdua mengadu kepada Rasululah SAW kemudian Rasululah SAW menyuruh Umar bin khotob ra dan Hisyam membacakan bacaannya masing-masing  setelah hisyam selesai kemudian Rasullulah SAW berkata pada Umar.
قَالَ لِي اقْرَأْ فَقَرَأْتُ فَقَالَ هَكَذَا أُنْزِلَتْ إِنَّ الْقُرْآنَ أُنْزِلَ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ فَاقْرَءُوا مِنْهُ مَا تَيَسَّرَ
" Rasululah SAW bersabda bacalah bacaan hisyam seperti apa maka akupun membaca ( surah al Furqon ) maka kemudian Rasululah SAW bersabda : Demikianlah Al Qur'an itu diturunkan. Sesungguhnya Al Qur'an diturunkan dengan 7 huruf ( bacaan ) maka bacalah dari apa yang mudah menurutmu ! " ( Shohih Bukhori Juz 8 hal 266 dalam Kitab Fadhoilul Qur'an Bab Kalamul Khusum Ba'dhihim fi ba'dhi hadits no 4608 )
Oleh sebab itu, dalam Ilmu Al Qur'an  ( Ulumul Qur'an ) ada yang disebut dengan qiroa'ah sab'ah atau bacaan yang tujuh. Kesemua bacaan tersebut memiliki riwayat yang sahih dari tabin kemudian kepada sahabat sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Dari 7 bacaan tersebut yang banyak dipergunakan oleh masyarakatIndonesia adalah bacaan dari riwayat ashim dan hafs. Meskipun Al Qur,an diturunkan dengan 7 macam cara membaca atau 7 macam huruf akan tetapi bukan berarti berbeda namun justru menguatkan makna dan menjelaskan maksud dari setiap kata al qur,an sehingga terhindar dari penafsiran yang keliru.
Mengenai macam-macam bacaan Al Qur'an, Abu Bakar Sidiq dan Umar radiyallohu anhuma mengatakan
وقال أبو بكر وعمر رضي الله عنهما إعراب القرآن أحب إلينا من حفظ بعض حروفه
"...Adamacam-macam harokat ( I'rob ) Al Qur'an, Adapun kami lebih mencintai orang yang menghapal sebagian dari huruf/bacaan-bacaan tersebut..' ( Munadzhoroh Al Qur'an hal 38 karya Ibnu Qodamah Al Maqdisi, Maktabah Ar Rusyd,Riyadh, Arab Saudi ).
وقال علي رضي الله عنه من كفر بحرف من القرآن فقد كفر به كله
Adapun Sayidina Ali radiyaalohuanhu berkata : " Barang siapa yang kufur(menolak) dengan satu bacaan dari qur'an maka sungguh ia telah kafir terhadap semua bacaan qur'an. " ( Munadzhoroh Al Qur'an hal 38 karya Ibnu Qodamah Al Maqdisi, Maktabah Ar Rusyd,Riyadh, Arab Saudi ).
Demikian pula pada bacaan khotamun nabiyyin pada ayat 40 QS. Al Ahzab.yang berbunyi :
وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ
Rasululah SAW juga telah mengajarkan beberapa bacaan yang berbeda. Untuk mengetahui macam-macam bacaan serta maknanya maka tentunya tidak bisa kita mengarang-ngarang serta mereka-reka sendiri. Oleh sebab itulah mari kita simak penjelasan para ulama salafus sholih yang jelas siapa guru-guru mereka yang jika ditelusuri maka ilmu mereka sampai kepada tabiut tabiin kemudian sampai kepada tabiin kemudian sampai kepada sahabat Rasululah SAW.  Tentunya tiada lagi yang membimbing ilmu agama para sahabat kecuali Rasululah SAW sendiri.
Imam As Syaukani menjelaskan tentang cara membaca khotaman nabiyyin ini
" Telah membaca ( kebiasaan dari dahulu ) para jumhur (mayoritas orang-orang islam terdahulu) kata kho-ta-ma ( خاتم ) dengan mengkasrohkan huruf ' ta " nya . Adapun Ashim membaca dengan memfatahkan huruf 'ta ' nya. Adapun makna dari bacaan yang pertama  ( yang mengkasrohkan  ta nya ) memiliki arti khotamahum yaitu orang yang datang paling akhir diangkat jadi nabi . Kemudian adapun makna bacaan yang kedua ( maksudnya yang difatahkan ta nya ) memiliki arti yang menjadi penutup yaitu yang menutup para nabi dengan beliau.  Adapun abu ubaid membacanya kho ta ma dengan mengkasrohkan ta nya karena pengertiannya adalah yang menutup para nabi. Adapun Al Hasan Bishri ( Tabiin) menjelaskan kata khotama dalam QS Al Ahzab ini adalah menutupnya para nabi dengan beliau yaitu Nabi Muhammad SAW…( Tafsir Fathul Qodir karya Imam Syaukani juz 4 hal 285 , Darul Fikr, Beirut, Libanon )
Imam Al Alusi mengatakan dalam tafsir Ruhul Ma'ani
وقرأ الجمهور وخاتم بكسر التاء على أنه أسم فاعل أي الذي ختم النبيين والمراد به آخرهم
Artinya, " Telah membaca jumhur wa khotama dengan dikasrohkan huruf ta nya karena ia meruapakan isim fa'il ( Kata yang menunjukan subyek pelaku ) yang berarti menutup nabi-nabi dan yang dimaksud dengannya adalah yang paling akhir diangkat jadi nabi dari mereka. ( Tafsir Ruhul Ma'ani juz 22 hal 34 ). Selanjutnya beliau mengatakan kedatangan Nabi Isa bin Maryam di akhir jaman tidaklah bertentangan dengan hal ini karena nabi isa meruapakan nabi yang diangkat sebelum Muhammad SAW dan ketika turun ia membawa kenabian yang sebelumnya. ( Ruhul Ma'ani juz 22 hal 34, Daru Ihya Turots Al Arobi, Beirut, Libanon ). Pernyataan Al Alusi serupa dengan yang disampaikan oleh Abu Hayan dalam tafsirnya yang terkenal Tafsir Bahrul Muhith. Beliau mengatakan
والمعنى أن لا يتنبأ أحد بعده ، ولا يرد نزول عيسى آخر الزمان ، لأنه ممن نبىء قبله
Artinya," Adapun makna dari khotaman nabiyyin adalah bahwasanya tidak ada nabi seorang pun setelah Beliau SAW dan hal ini tidak bertentangan dengan turunnya Isa di akhir jaman karena ia merupakan nabi sebelumnya. ( Bahrul Muhith Juz 9 hal 158, ).
Tafsir Bahrul Muhith merupakan tafsir yang banyak mengangkat dari sisi tata bahasa dan keindahan bahasa Al Qur'an.
Kemudian mari kita simak lagi penjelasan ulama besar ahli hadits dan ahli tafsir serta ahli bahasa yaitu Imam Ibnu Jauzi.
" …Dan barang siapa yang membaca kata kho ta ma dengan mengkasrohkan ta nya ( Jadi kho ti mu ) maka artinya adalah menutup para nabi dan adapun yang memfatahkan ta nya maka artinya nabi yang diangkat paling akhir. Dan telah menegaskan Ibnu Abbas ra bahwa jikalau lah tidak ditutup dengan Nabi Muhammad SAW para nabi maka tentulah akan diberikan kepada beliau anak yang setelah beliau akan menjadi nabi…" ( Tafsir Jadul Masir Juz 6 hal 393 , Maktabah Al Islami )
Seorang ahli tafsir dari kalangan tabiin yaitu Imam Qotadah ketika menafsirkan makna khotaman nabiyyin dari QS Al Ahzab ayat 40 ini beliau mengatakan "..maksud dari khotaman nabiyyin adalah yang terakhir diangkat jadi nabi..( Tafsir Durul Mansur Karya Imam Jalaludin As Suyuthi Juz 6 hal 617, Darul Fkr, Beirut, Libanon ).
Imam Qotadah yang bernama lengkap Qotadah bin Di'aamah adalah orang arab asli yang menguasai bahasa arab dan banyak belajar tafsir kepada sahabat Ibnu Mas'ud ra
Imam Bukhori dalam kitab shohihnya membuat bab dengan nama khotimun nabiyyin kemudian beliau meriwayatkan hadits  dimana Rasulullah SAW bersabda :
إِنَّ مَثَلِي وَمَثَلَ الْأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِي كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى بَيْتًا فَأَحْسَنَهُ وَأَجْمَلَهُ إِلَّا مَوْضِعَ لَبِنَةٍ مِنْ زَاوِيَةٍ فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ بِهِ وَيَعْجَبُونَ لَهُ وَيَقُولُونَ هَلَّا وُضِعَتْ هَذِهِ اللَّبِنَةُ قَالَ فَأَنَا اللَّبِنَةُ وَأَنَا خَاتِمُ النَّبِيِّينَ

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: \"Perumpamaanku dan nabi-nabi sebelumku seperti seseorang yang membangun suatu rumah lalu dia membaguskannya dan memperindahnya kecuali ada satu labinah (tempat lubang batu bata yang tertinggal belum diselesaikan) yang berada di dinding samping rumah tersebut, lalu manusia mengelilinginya dan mereka terkagum-kagum sambil berkata; 'Duh seandainya ada orang yang meletakkan labinah (batu bata) di tempatnya ini\". Beliau bersabda: \"Maka akulah labinah itu dan aku خَاتِمُ النَّبِيِّينَ adalah  penutup para nabi\". ( shohih Bukhori hadits no 3271 dalam kitabul adab bab khotimun nabiyyin )
Imam Ibnu Kholawaih  menerangkan
وخاتم النبيين قرأ عاصم وخاتم النبيين بفتح التاء أي آخر النبيين لأنه لا نبي بعده صلى الله عليه وقرأ الباقون وخاتم النبيين بكسر التاء أي ختم النبيين
Artinya, “..Adapun kata khotaman nabiyyin Imam Ashim membacanya dengan difathkan huruf ta nya yang maknanya nabi yang paling akhir karena tidak ada nabi lagi setelah beliau SAW dan Imam Al Baqun  membaca khotaman nabiyyin dengan mengkasrohkan huruf ta nya yang artinya menutup para nabi ( Al Hujjah fi qiroati sab’ah Juz 2 hal 177 )
Ibnu Kholawaih ( wafat 370 H ) adalah  Ulama besar ahli nahwu ( lihat  Al A’lam liljarkali juz 2 hal 231, Zarkali )
Dalam Kitab yang khusus membahas tentang I’rob Al Qur’an diterangkan kata khotama dalam QS Al Ahzab ayat 40 ini
: هو فعل مثل قاتل بمعنى ختمهم.وقال آخرون: هو اسم بمعنى آخرهم،
 وقيل هو بمعنى المختوم به النبيون
Artniya, “..kata khotama ini adalah fiil (kata kerja seperti kata قاتل  (qotala ) yang maknanya adalah menutup mereka para nabi. Adapula yang berkata itu adalah isim dengan makna yang paling akhir. ( I’robil Kamil Liayatil Qur’an Juz 5 hal 331 )
.Ibnu Jarir At Thobari, seorang tabi'ut tabiin ( Ulama yang belajar kepada tabiin ) menjelaskan tentang masalah bacaan khotaman nabiyyin ini. "…Telah berbeda para ulama qiroat tentang bacaan khotaman nabiyyin. Adapun orang-orang daerah mesir terkecuali Hasan dan Ashim, mereka membaca khotaman nabiyyin dengan mengkasrohkan ta nya dengan makna bahwasanya beliau ( Muhamad SAW) menutup para nabi. ( Tafsir Jamiul Bayan atau dikenal tafisr Ath Thobari Juz 22 hal 6 )
Imam An Nafi, salah satu imam qiroah dari qiroah sab'ah membaca khotaman nabiyyin dalam QS Al Ahzab ayat 40 ini dengan " khotiman nabiyyin ". Imam An Nafi ini merupakan salah seorang tabiut tabiin ( ulama yang belajar kepada tabiin ). Beliau mendapatkan bacaan quran dari 70 tabiin salah seorang di antaranya adalah Abu ja'far Abu Yazid bin qo'qo dan Imam Malik. Abu Ja'far sendiri merupakan tabiin yang belajar bacaan qur'an kepada para sahabat yaitu Ibnu Abbas, Abdulah Bin Iyyas, dan Abu Hurairah ra. Ketiga sahabat ini mendalami bacaan quran kepada sahabat Ubay bin Ka'ab. Selain kepada sahabat Ubay bin Ka'ab Ibnu babas dan abu hurairah mendalami bacaan qur'an kepada sahabat yang diberikan mandat khusus untuk menulis Al Quran oleh Rasululah SAW yaitu Zaid Bin Tsabit.
Imam Nafi sendiri pernah berguru tentang bacaan Qur'an dan ilmu-ilmu agama kepada fatimah putrinya Ali Bin Abi Thalib ra, kemudian kepada Abdur Rohman Abdurahman sendiri belajar bacaan qur'an dan ilmu agama dari ayahnya langsung Qosim bin Muhammad bin Abu Bakar shidiq. Qosim belajar qur'an dan masalah-masalah agama kepada ayahnya Muhammad bin Abu Bkar sekaligus kepada kakeknya Abu Bakar sidiq dan kepada istri Rasululah SAW , Aisyah Radiyallohu anha. Kemudian Imam Nafi belajar juga kepada Amir putranya sahabat Abdullah Bin Zubair. ( Lihat Tahdzibul Kamal, Ishobah dalam Kitabu Nis, Thobaqot Ibnu Sa'ad Juz 8 hal 39 ). Artinya jelaslah bahwa bacaan ini berasal dari sahabat dan sampai kepada Rasululah SAW.
Oleh karena ketinggian ilmu Imam Nafi terhadap bacaan quran dan kepandaiannya dalam ilmu bahasa arab, beliau menjadi imam tetap di mesjid Nabawi selama 60 tahun. Beliau wafat di madinah pada tahun 167 Hijriah.
Demikian halnya Imam Al Kisa-I dan Imam Abul Waris membaca khotaman nabiyyin dengan mengkasrohkan huruf ta nya yaitu dengan bacaan khotiman nabiyyin.
Imam al Kisa-I yang memiliki nama asli Ali Bin Hamzah Bin Abdullah Bin Utsman al asdi Al Kufi adalah imam qiro'ah yang juga sangat dalam ilmunya dalam ilmu nahwu. Imam Syafi'I berkata  " Barang siapa yang ingin memperluas ilmu nahwu maka belajarlah kepada Kisa-i.". Imam Kisa-I sendiri merupakan guru dari Imam Hafs.
Imam Qiroah lain yang membaca quran dengan bacaan khotiman nabiyyin adalah Ibnu Katsir Al Maki. Ibnu Katsir Al Maki ini belajar bacaan qur'an dari sahabat-sahabat Rasululah SAW. Sahabat-sahabat tersebut adalah Abdullah Bin Zubair, Abu Ayyub Al anshori serta Anas Bin Malik. Ibnu Katsir Al Maki juga belajar qur'an kepada Mujahid Bin Zabbar dan Darbas, maula dari sahabat Ibnu Abbas.
Adapun bacaan " wa lakin rasul khotaman nabiyyin " , sahabat Ibnu Masud membacanya dengan bacaan lain yaitu " walakin nabiyyan khotama nabiyyin "
وفي حرف إبن مسعود ولكن نبيا ختم النبيين
dimana kata khotamanya tidak memakai alif setelah huruf kho seperti kata khotama dalam QS Al Baqoroh ayat 7. Yang artinya : " Akan tetapi Beliau itu ( Muhammad SAW ) adalah seorang nabi yang menutup para nabi. ( Lihat Tafsir Ruhul Ma'ani karya Imam Al Alusi juz 22 hal 34, Daru Ihya Turots Al Aroby, Beirut )
Perbedaan bacaan tersebut tidaklah merubah arti dan maksud ayat Al Qur'an tetapi justru memperjelas maksud serta tafsiran ayat Al Qur'an. Membaca khotama dengan bentuk kata kerja (fiil madhi) dengan tanpa alif setelah huruf kho seperti yang biasa dibaca oleh sahabat Ibnu Mas'ud ra tentunya tidaklah terlarang karena tidak mungkin sahabat Ibnu Mas'ud mengarang-ngarang sendiri kecuali bacaan tersebut diajarkan oleh Rasululah SAW. Adapun makna khotama dalam bahasa arab adalah menutup seperti firman Allah SWT dalam QS Al Baqoroh ayat 7 " …khotamallahu…"
خَتَمَ اللَّهُ عَلى قُلُوبِهِمْ
yang artinya Allah telah menutup terhadap hati mereka.Dalam QS Al Baqoroh ini dijelaskan bahwa Allah menutup hati orang munafiq. Sangat berbahaya jika khotama diartikan memulyakan seperti ahmadiyah yang mengartikan khotama dengan paling mulya atau paling afdhol . Mengapa demikian, karena kalau diartikan memulyakan artinya akan menjadi  "…Alloh memulyakan hati orang-orang yang munafiq… "
Demikian pula halnya, bacaan khotiman nabiyyin yaitu dengan mengkasrohkan ta pada kata khotama dengan huruf alif setelah khuruf kho maka kata khotimu merupakan isim fail yaitu subyek pelaku yang berarti orang yang menutup. Khotimun berasal dari kata dasar khotama yang berarti menutup. Sama halnya dengan kata " qoroa " yang berarti membaca kemudian isim failnya  " qoriun " yang berarti orang yang membaca. Jadi khotiman nabiyyin artinya orang yang menutup kenabian.
Membaca khotama dengan difatahkan huruf ta nya juga tidaklah keliru karena toh artinya sudah diketahui yaitu menutup para nabi.
Arti khotaman nabiyyin sendiri sebetulnya sudah dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW dengan sabdanya
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَلْحَقَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِي بِالْمُشْرِكِينَ وَحَتَّى يَعْبُدُوا الْأَوْثَانَ وَإِنَّهُ سَيَكُونُ فِي أُمَّتِي ثَلَاثُونَ كَذَّابُونَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّينَ لَا نَبِيَّ بَعْدِي
 “..Kiamat tidak terjadi hingga kabilah-kabilah dari ummatku bertemu kaum musyrikin dan hingga patung-patung disembah dan ditengah-tengah ummatku akan ada tigapuluh pendusta, semuanya mengaku nabi padahal aku خَاتَمُ النَّبِيِّينَ  yaitu penutup para nabi, tidak ada nabi setelahku...”( Sunan Tirmidzi hadits no 2145 dalam kitabul fitan an rosulilah bab ma zaa laa taqumus sa’ah )
Dari sabda Rasululah SAW maka maksud khotaman nabiyyin adalah tidak ada nabi baru lagi karena hal ini disampaikan kepada kita berkaitan dengan masalah akan adanya dari umat nabi Muhamad SAW yang akan mengaku-ngaku sebagi nabi baru setellah beliau.
Namun setelah ratusan tahun, para sahabat meninggal dan para tabiin dan para tabiut tabiin tiada kemdian munculah sekelompok orang yang katanya mengaku umat islam berusaha merubah dan menyamarkan arti khotaman nabiyyin dengan makna " paling afdhol, paling mulya, cincin dan lain-lain " seperti yang diyakini pengikut Mirza Ghulam Ahmad. Tentunya tafsiran tersebut jauh menyimpang dari tafsiran aslinya di masa Nabi Muhammad SAW, masa para sahabat nabi, masa tabiin dan masa tabiut tabiin. Oleh karenanya jikalau kita mencari tafsiran khotaman nabiyyin dengan arti paling afdhol atau paling mulya pasti tidak akan pernah kita temukan dalam tafsir tafsir ulama salafus solih yang menafsirkan Al Qur'an dengan perkataan nabi, penafsiran sahabat, perkataan tabiin dan penafsiran tabiut tabiin.
Hanya kepada Allah SWT kita berharap agar orang orang yang merubah maksud ayat Qur'an dengan membodohi orang yang awam dapat kembali ke jalan yang benar. Toh para sahabat yang asli orang arab yang belajar langsung kepada Nabi Muhammad SAW menafsirkan khotaman nabiyyin sebagai penutup para nabi tidak menafsirkan paling afdhol di antara para nabi. Kemudian mungkin akan timbul pertanyaan : Apakah Nabi Muhammad SAW salah dalam memberikan pelajaran tafsir Al Qur'an kepada sahabat sampai para sahabat seragam menafsirkan khotaman nabiyyin sebagai penutup para nabi ? Apakah orang yang menafsirkan khotaman nabiyyin dengan paling afdhol yang lebih benar dari sahabat dan gurunya para sahabat yaitu Nabi Muhammad SAW ? Silahkan anda jawab sendiri dengan pikiran jernih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar